Sebagian orang akan mengernyitkan keningnya dan bertanya: “Apa itu kunyah?” Secara umum masyarakat belum mengenal istilah kunyah, termasuk masyarakat islam sendiri umumnya masih merasa asing dengan istilah tersebut, padahal berdasarkan hadist-hadist yang telah diriwayatkan oleh para salaf telah menerangkan dan mengindikasikan, sunnahnya kunyah bagi setiapmuslim. Dilihat dari segi bahasa arti kunyah sendiri berarti “panggilan”, “sapaan”, ataupun sebutan penghormatan pada seseorang. Biasanya “kunyah” dinisbahkan kepada nama anak ataupun kepada nama bapaknya. Misalnya bila si fulan memiliki anak bernama Umar maka ia bisa memakai kunyah yakni “Abu Umar”. Atau bila si fulan mempunyai orang tua bernama Hanif, maka ia bisa memakai kunyah yakni “Ibnu Hanif” dan sebagainya. Indikasi bahwa kunyah ini disunnahkan oleh rasulullah salallahu’alaihi wassalam bisa ditemukan pada beberapa hadist antara lain:
Sabda rasulullah salallahu’alaihi wassalam ketika memberi kunyah kepada Ummul Mu`miniin `Aaisyah radhiallahu `anha yaitu “Ummu `Abdillah”:
“Berkunyahlah kamu dengan anakmu `Abdullah, (maksudnya Ibnuz Zubeiir), kamu adalah Ummu `Abdillah.”
( Lihat : “Silsilatul Ahaadist As Shohiihah” (205-207, no. 132) ).
Kemudian pada hadist berikut yang berbunyi:
Dari Anas bin Maalik radiallahu’anhu, berkata dia : Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam pernah masuk ke rumah kami dan saya mempunyai yang kecil yang berkunyah Aba `Umeiir. Dia memiliki seekor burung kecil dan dia bermain dengannya. Pada suatu hari datang lagi An Nabiy Shollallahu `alaihi wa Sallam ke rumahnya dan beliau melihatnya dalam keadaan sedih, maka berkatalah Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :
“Kenapa dia?”
Mereka menjawab: “Telah mati burungnya yang kecil itu.”
Lantas Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata : “Ya Aba `Umeiir, apa yang terjadi dengan an nugeiir?”
[ Hadist dikeluarkan oleh : Al Imam Al Bukhariy (7/133 no. 6129, dan hal. 155 no. 6203)
“Baab Al Kunyah Lisshobiy wa Qabla An Yuulad Lirrajuli”
(Bab kunyah bagi anak yang masih kecil dan sebelum dilahirkan bagi seorang lelaki tersebut),
Muslim (3/1692 no. 2150),
Abu Daawuud (5/251-252 no. 4969),
At Tirmidziy (2/154 no. 333 dan 4/314 no. 1989),
berkata Abu `Iisaa : “Hadist Anas hadist hasan shohih,” Ibnu Maajah (2/1226 no. 3720).
Dari hadist-hadist diatas bisa diambil kesimpulan bahwa kunyah merupakan suatu hal yang disunnahkan bagi rasulullah salallahu’alaihi wassalam untuk umat muslim. Namun sayangnya, sunnah ini termasuk yang jarang diketahui dan diamalkan oleh umat islam pada umumnya. Justru dalam beberapa kasus, beberapa orang yang merasa dirinya mengikuti salafusholih dan mengaku termasuk didalam barisan ahlussunnah waljama’ah malah menganggap kunyah tersebut merupakan sesuatu yang tidak perlu dan bukan termasuk kedalam kategori sunnah dari rasulullah, kunyah dianggap sekedar tradisi dan budaya orang Arab saja serta tidak termasuk yang disyari`atkan Rasulullah Shalallahu`alaihi wasallam, padahal apabila mereka termasuk didalam golongan thulabul ilmy, sesungguhnya hadist ini bisa menjadi pegangan yang kokoh dan cahaya yang terang benderang dalam menyebarkan sunnah-sunnah yang diajarkan oleh rasulullah salallahu’alaihi wassalam, sungguh sangat disayangkan.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah yang berhak menggunakan kunyah tersebut adalah orang yang telah mempunyai anak saja? Ataukah orang yang belum mempunyai anak pun boleh menggunakannya? Hal ini terjawab dari nama-nama ulama besar yang dalam hidupnya tidak pernah menikah, antara lain mereka adalah:
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-kunyah beliau adalah Abbul `Abbaas, (“Al Waasithiyyah,” hal. 21),
- Al Imam An Nawawiy-kunyahnya adalah Abu Zakariya. “Dan tidak ada Zakariya baginya,” kata As Syaikh Saliim Al Hilaaliy, (“Bahjatun Naazhiriin,” 1/8),
Hal ini berdasarkan hadist perihal kunyah yang diriwayatkan dari Anas bin Maalik radiallahu’anhu diatas, bahwa adalah boleh seorang laki-laki menggunakan kunyah meski tidak mempunyai anak.
Berkata syaikh Al Albani rahimullah mengenai hadist yang diriwayatkan dari Anas bin Maalik radiallahu’anhu diatas:
“Dan hadist ini menunjukan akan “masyruu`iyyatut Takannaa” (disyari`atkan memakai kunyah) walaupun bagi seseorang yang tidak mempunyai anak. Dan ini merupakan adabun islaamiyyun (adab islam) yang tidak ada pada ummat ummat yang lainnya sepanjang pengetahuan saya, maka atas kaum muslimiin hendaklah mereka berpegang teguh dengannya, baik dari kalangan kaum lelaki maupun kaum wanita, kemudian hendaklah mereka meninggalkan segala bentuk adat istiadat orang orang kuffar yang telah menyelusup, seperti “Al Beiik,” “Al Afandiy,” “Al Baasyaa,”dan selainnya.”
Berkunyah merupakan hal yang sunnah untuk diterapkan bagi umat islam, menghidupkan sebuah sunnah merupakan jalan menghilangkan kebid’ahan, karena munculnya satu bid’ah lah yang mematikan satu sunnah. Menegakkan dan melestarikan keberadaan sunnah adalah bukti nyata bagi kita dalam menunjukkan kecintaan kita kepada rasulullah salallahu’alaihi wassalam. Semoga tulisan ini dapat menjadi motivasi bagi kita semua dalam menegakkan sunnah-sunnah rasulullah salallahu’alaihi wassalam, Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar