BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sain (IPTEKS) sangat pesat terutama dalam
bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi tersebut, arus informasi datang dari berbagai penjuru
dunia secara cepat dan melimpah ruah.
Era
globalisasi sebagai era keterbukaan ditandai oleh adanya persaingan atau kompetisi. Oleh karenanya
kualitas sumber daya manusia menjadi kunci utama untuk memenangkan persaingan
atau kompetisi tersebut. Mereka yang mampu memprediksi apa yang terjadi ke depan, dan merelisasikan
apa yang menjadi kebutuhan ke depan, akan memetik manfaat paling maksimal. Bagi
bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri sedini mungkin memasuki era tersebut
utamanya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
Pendidikan merupakan suatu usaha manusia
untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani dan
rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai belajar dan norma-norma
tersebut serta mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan
dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan.
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran
pada pendidikan formal (sekolah), bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi
guru sehingga keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sangat kurang dan
guru sangat jarang memberikan waktu atau meminta siswa untuk menyelesaikan atau
mendiskusikan masalah yang diberikan untuk dikerjakan secara individu maupun
dengan teman dalam kelompok. Guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan
fasilitas atau kemudahan bagi subjek belajar atau siswa. Keberhasilan
pembelajaran dapat dipengaruhi oleh pemahaman dan keaktifan belajar siswa dalam
memahami materi.
Pemahaman konstruktivisme memandang bahwa pengajar
sebagai mitra bagi siswa dalam menemukan pengetahuan, dimana siswa mengkonstruk
setiap objek yang diterima berdasarkan pengalaman-pengalamannya di lingkungan.Mengajar bukanlah
kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid melainkan kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Kegiatan mengajar di sini
adalah sebuah partisipasi dalam proses belajar. Pengajar ikut aktif bersama siswa
dalam membentuk pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap kritis
dan memberikan penilaian-penilaian terhadap berbagai hal. Mengajar dalam
konteks ini adalah membantu siswa untuk berpikir secara kritis, sistematis dan
logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri.
Bertolak dari urain di atas penulis melihat bahwa
pemahaman konstruktivisme, terkhusus bagi para pengajar akan membantu mereka
dalam proses belajar mengajar di kelas. Selain membangun kemampuan siswa secara
individu dalam mengembangkan pengetahuannya, interaksi sosial dari guru ke
siswa, siswa dan siswa dan sebaliknya akan terbangun dengan baik.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian dari pemahaman kontruktivisme?
2.
Bagaimanakah karasteristik dari konstruktivisme?
3.
Bagaimanakah penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran di kelas?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan untuk :
1.
Untuk mengetahui pengertian dari pemahaman kontruktivisme?
2.
Untuk mengetahui karasteristik dari konstruktivisme?
3.
Untuk mengidentifikasi penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran di
kelas?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dari Teori
Belajar Konstruktivisme
Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme
lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya.Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain,
karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses
asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk
suatu skema yang baru.
Teori
konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan
pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting,
tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai
penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi
belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang.
Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi”
atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan
pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan
demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal,
akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan
bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari
proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari
”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui
proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan
makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam
setiap individu.
Adapun tujuan dari teori
ini adalah sebagai berikut:
1.
Adanya motivasi untuk siswa
bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2.
Mengembangkan kemampuan
siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
3.
Membantu siswa untuk mengembangkan
pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4.
Mengembangkan kemampuan
siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5.
lLebih menekankan pada
proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah
satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas
dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya,
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989:
159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak
melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru
dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran
karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat
(Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses
mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru
atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu
(Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis
ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi
suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini
oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan
Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ada
dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal
Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone
of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan
sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara
mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan
teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding
merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal
pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya
(Slavin, 1997).
Scaffolding
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan
masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan,
menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan
tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Pendekatan
yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial)
disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial
memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi
matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem
posing) oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran matematika, Cobb,
Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio
(socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya
dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan
strategi-strategi untuk merespon masalah yang diberikan.
Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan
karakteristik RME.
B.
Karakteristik
konstruktivisme
Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan
proses aktif siswa mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fsik, dll.
Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau
informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki siswa sehingga
pengetahuannya berkembang.
Karakteristik konstruktivisme
:
1. Belajar berarti
membentuk makna. Makna diciptakan oleh mahasiswa dari apa yang dilihat, dengar,
rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah
dimiliki.
2. Konstruksi arti
merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena
atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan rekonstruksi.
3. Belajar bukanlah
kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses pengembangan pemikiran
dengan membentuk suatu pengertian yang baru. Belajar bukanlah suatu hasil
perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang menuntut penemuan dan
pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4. Proses belajar yang
sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang
pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak seimbangan (disequilibrium) adalah
situasi yang baik untuk memacu belajar.
5. Hasil belajar
dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungannya.
6. Hasil belajar
seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, yaitu konsep-konsep,
tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
C.
Penerapan
konstruktivisme dalampembelajaran di kelas
Guru selain
sebagai fasilitator dan mediator di dalam kelas juga berperan sebagai partner
belajar siswa di kelas. Merancang lingkungan belajar di kelas, dimana siswa
sebagai pusat kegiatan proses belajar mengajar. Ada beberapa hal yang guru
harus perhatikan dalam menerapkan pembelajaran konsruktivisme dalam kelas, di
antaranya:
1. Memberikan
kebebasan terhadap siswa mengungkapkan dan mengembangkan ide-idenya masing-masing
sesuai dengan persepsinya terhadap objek yang dipelajarinya
2. Kelompok-kelompok
siswa perlu dibangun untuk memberikan kesempatan kepada siswa berbagi dengan
siswa lainnya tentang ide atau pengetahuan
mereka satu sama lainnya sehingga tercipta pengetahuan baru dari hasil diskusi
dan pemahaman dari setiap siswa
3. Menganggap
proses pembelajaran yang sama pentingnya dengan hasil belajar
4. Membangun
rasa ingin tahu siswa melalui kajian dan eksperimen.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1.
Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari
berdasarkan pengalaman siswa sebelumnya dan bagaimana siswa memandang setiap
objek pengetahuan yang diterimanya untung membangun pengetahuan baru
2.
Dalam pembelajaran
konstruktivisme, siswa aktif belajar dan mendapat kebebasan mengungkapkan ide/pengetahuan
awalnya terhadap objek atau lingkungan yang dihadapinya
3.
Guru sebagai fasilitator,
mediator sekaligus partner belajar siswa yang mengarahkan siswa membangun
pengetahuannya
B. Saran
Makalah
ini merupakan bahan konstruk dari kelompok 2 yang tentunya merupakan sudut
pandang mahasiswa tentang pembelajaran kontsruktivisme yang memerlukan diskusi
lebih lanjut mengenai materi ini. Dari itu diperlukan saran dari dosen dan
mahasiswa lain mengenai:
1.
Penyempurnaan makalah secarah menyeluruh dan terperinci
2.
Tanggapan yang membangun dalam penyempurnaan makalah
DAFTAR PUSTAKA
Beyond constructivism - contextualism. [On-line]. Available: http://tiger.coe.missouri.edu/~t377/cx_intro.html
Constructivist theory
(J. Bruner). [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~tip/bruner.html
Jonassen, D. H., McAleese, T.M.R. (Undated). A Manifesto
for a constructivist approach to technology in higher education. [On-line]. Available:http://led.gcal.ac.uk/clti/papers/TMPaper11.htmlKhalsa, G. (Undated). Constructivism. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/khalsa.html
Kulikowski, S. (Undated). The constructivist tool bar. [On-line]. Available: http://www.coe.missouri.edu:80tiger.coe.missouri.edu/
Pannen, P. dkk. (2005) Konstruktivisme dalam Pembelajaran,
PAU-PPAI-UT, DirJenDikti, DepDikNas.
Shank, P. (Undated). Constructivist theory and internet
based instruction. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.htmlSmorgansbord, A., (Undated). Constructivism and instructional design. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html
0 komentar:
Posting Komentar