Kamis, 25 Februari 2016

Contoh Proposal Penelitian Kualitatif



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan peserta didik, kebutuhan pembangunan nasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Kurikulum yang masih digunakan sekarang yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinilai masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaannya. KTSP dinilai belum tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global (Kemendikbud 2012). Standar penilaian KTSP dinilai belum mengarah pada penilaian berbasis kompetensi. Hal tersebut bertentangan dengan penjelasan pasal 35 UU nomor 20 Tahun 2003 bahwa kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Permasalahan pendidikan yang muncul membuat Kemendikbud menilai perlu dikembangkan kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013 dilakukan karena adanya tantangan internal maupun tantangan eksternal (Kemendikbud 2013a). Tantangan internal terkait tuntutan pendidikan yang mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan dan faktor perkembangan penduduk Indonesia. Tantangan eksternal berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogik, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka. Hasil analisis PISA menunjukkan hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran sampai level 3 saja, sementara negara lain banyak yang sampai level 4, 5, bahkan 6 (Kemendikbud 2013b). Selain itu, fenomena negatif akibat kurangnya karakter yang dimiliki peseta didik menuntut pemberian pendidikan karakter dalam pembelajaran. Pernyataan tersebut didukung presepsi masyarakat bahwa pembelajaran terlalu menitikberatkan pada kognitif, beban siswa terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter.
Perubahan kurikulum memiliki tujuan meningkatkan rasa ingin tahu dan keaktifan siswa. Bahan uji publik Kurikulum 2013 menjelaskan standar penilaian kurikulum baru selain menilai keaktifan bertanya, juga menilai proses dan hasil observasi siswa serta kemampuan siswa menalar masalah yang diajukan guru sehingga siswa diajak berpikir logis. Elemen perubahan Kurikulum 2013 meliputi perubahan standar kompetensi lulusan, standar proses, standar isi, dan standar penilaian (Kemendikbud 2012). Standar kompetensi lulusan dibedakan menjadi domain yaitu sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Rancangan Kurikulum 2013 menyebutkan adanya pengurangan mata pelajaran di tingkat SD dan SMP. Perubahan lain yaitu penambahan jam pelajaran, komponen kurikulum seperti buku teks dan pedoman disiapkan pemerintah, adanya integrasi mata pelajaran IPA dan IPS di tingkat SD, serta rencana penjurusan lebih awal di tingkat SMA.
Perubahan KTSP menjadi Kurikulum 2013 mengundang berbagai pendapat dari berbagai pihak. Pihak yang kurang sependapat dengan perubahan kurikulum menganggap perubahan terlalu tergesa-gesa. Evaluasi penerapan kurikulum sebelumnya (KTSP) penting lebih dahulu dilakukan agar dapat menjadi panduan menyusun serta implementasi kurikulum baru. Fakta disekolah menunjukan banyak guru belum sepenuhnya mengimplementasikan KTSP, namun sekarang harus mengimplementasikan Kurikulum 2013 yang memiliki prinsip mengintegrasi banyak materi. Hasil observasi yang dilakukan ditemukan banyak guru yang belum mengenal mengenai kurikulum baru. Sebagian besar guru mengetahui perubahan kurikulum justru dari media massa atau media online. Kurangnya keterlibatan guru dalam sosialisasi Kurikulum 2013 membuat berbagai pihak menganggap implementasi Kurikulum 2013 tidak akan berjalan mulus.
Disisi lain, pihak yang mendukung perubahan kurikulum menganggap perubahan tersebut perlu untuk memenuhi tantangan perkembangan zaman. Bila kurikulum tidak diubah, lulusan yang dihasilkan adalah lulusan usang yang tidak terserap di dunia kerja (Kemendikbud 2012). Selain itu pemerintah melakukan beberapa hal untuk menanggapi permasalahan dalam implementasi kurikulum baru. Pemerintah melakukan uji publik melalui dialog tatap muka di beberapa daerah, secara online di website kemendikbud, dan secara tertulis yang dikirim kebeberapa perguruan tinggi dan dinas pendidikan. Selanjutnya, diadakan sosialisasi di berbagai kota besar mengenai implementasi kurikulum 2013. Berdasarkan hasil uji publik yang dilakukan 29 November -25 Desember 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyetujui implementasi kurikulum 2013. Sebanyak 71 % responden menunjukan setuju terhadap justifikasi dan SKL kurikulum 2013. Selain itu sebanyak 81 % responden menyetujui mengenai penyiapan guru dalam implementasi kurikulum 2013.
Berbagai pendapat yang berkembang dengan adanya perubahan kurikulum menunjukkan bahwa guru memegang peran penting dalam perubahan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum yang dibuat, jika guru yang menjalankan tidak memiliki kemampuan yang baik, maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Yusuf (2007) menyatakan dalam implementasi KTSP, kesiapan sekolah mencakup kesiapan materiil dan non materiil. Kesiapan tersebut meliputi kesiapan perangkat kurikulum, sarana prasarana sekolah, kesiapan anggaran pendidikan, dan terakhir kesiapan guru. Hal tersebut sedikit berbeda dengan kesiapan dalam implementasi kurikulum 2013 yang tidak berdasarkan tingkat satuan pendidikan. Sikdisnas (2012) menyatakan sedikitnya ada dua faktor besar dalam ke berhasilan kurikulum 2013. Faktor penentu pertama yaitu kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) dengan kurikulum dan buku teks. Faktor penentu kedua yaitu faktor pendukung yang terdiri dari tiga unsur, yaitu: (i) ketersediaan buku sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan standar pembentuk kurikulum; (ii) penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan; dan (iii) penguatan manajemen dan budaya sekolah.
Kurikulum baru menuntut guru untuk melaksanakan pembelajaran yang berbasis tematik integratif. Guru juga dituntut untuk tidak hanya memiliki kompetensi profesional, namun juga harus memiliki kompetensi pedagogik, sosial, dan kepribadian. Kurikulum 2013 juga menuntut guru untuk melakukan pembelajaran berbasis pendekatan sains. Kompetensi pedagogik guru perlu untuk diketahui karena kompetensi tersebut berkaitan dengan pengembangan kurikulum serta proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Selain itu, dalam kompetensi pedagogik, guru dituntut untuk memahami karateristik peserta didik, sehingga guru dapat menerapkan pendidikan karakter secara spontan dalam setiap proses pembelajaran agar siswa dapat memenuhi kompetensi sikap. Setelah diketahui mengenai kompetensi pedagogik guru, diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian lanjutan mengenai kompetensi lain yaitu kepribadian, sosial, dan profesional. Untuk mengetahui faktor penentu keberhasilan kurikulum yang pertama mengenai kesesuaian kompetensi pendidik khususnya kompetensi pedagogik terhadap Kurikulum 2013 serta kesiapan guru melaksanakan perubahan dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 pada pembelajaran Fisika di Kabupaten Gowa maka perlu dilaksanakan analisis kesesuaian kompetensi pedagogik guru dan kesiapan guru Fisika dalam mendukung implementasi Kurikulum 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitan, permasalahan dalam penelitian ini sebagai batasan penelitian adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana kesesuaian kompetensi pedagogik yang dimiliki guru fisika dengan tuntutan dalam implementasi Kurikulum 2013?
2.      Bagaimana kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran fisika?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan kesesuaian kompetensi pedagogik yang dimiliki guru fisika dengan tuntutan dalam implementasi Kurikulum 2013.
2. Menganalisis kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran fisika.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian antara lain.
1. Bagi Dinas Pendidikan
Memberikan informasi mengenai kesesuaian kompetensi guru dan kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran. Informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan dan menetapkan kebijakan sesuai dengan kondisi daerah setempat.
2. Bagi Guru
Memberikan bahan masukan pada guru untuk meningkatkan kemampuan profesional dalam pembelajaran dan kompetensi sesuai tuntutan Kurikulum 2013.
3. Bagi Peneliti
Memberikan informasi dan pengetahuan tentang kesiapan dan kesesuaian kompetensi guru terhadap tuntutan Kurikulum 2013. Sehingga dapat menjadi bahan acuan atau dasar penelitian lanjutan mengenai kesesuaian, kompetensi dan kesiapan guru terhadap tuntutan Kurikulum 2013.


  
BAB II
ACUAN TEORETIK
A.    Pengertian dan Peran Guru
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Uno (2009) menyatakan guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan. Guru merupakan unsur dominan dalam proses pendidikan, sehingga kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh kualitas pendidik dalam menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat (Mustofa 2007). Guru adalah suatu profesi yang memerlukan keahlian khusus dan tidak dapat dilakukan oleh orang di luar bidang pendidikan.
PP RI nomor 74 tahun 2008 tentang guru disebutkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Miarso (2008) menyatakan guru yang berkualitas atau yang ber-kualifikasi, adalah yang memenuhi standar pendidik, menguasai materi/isi pelajaran sesuai dengan standar isi, dan menghayati dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan standar proses pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di Indonesia, pemerintah telah melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas guru baik melalui pelatihan, seminar, dan melalui pendidikan formal. Dengan usaha tersebut diharapkan akan meningkatkan kualitas guru dan pendidikan di Indonesia. Untuk mencapai kondisi guru yang profesional, para guru harus menjadikan orientasi mutu dan profesionalisme guru sebagai etos kerja mereka dan menjadikannya sebagai landasan orientasi berperilaku dalam tugas-tugas profesinya (Karsidi 2005). Oleh sebab itu, maka kode etik profesi guru harus dijunjung tinggi.
Peran guru sangat penting dalam dunia pendidikan. Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 4 menegaskan guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Guru berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik. Guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik bagi anak didiknya. Guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan dalam melaksanaan pembelajaran. Purwo (2009) menyatakan guru tidak lagi menempatkan diri berperan sebagai satu-satunya model bagi pembelajaran dan satu-satunya yang mampu menemukan dan membetulkan kesalahan siswa.
Berbagai hal yang dilakukan guru dalam dunia pendidikan, menurut Mulyasa (2009) dapat diidentifikasi sedikitnya 19 peran guru, antara lain gruu sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (inovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator. Peran tersebut menunjukkan bahwa guru memiliki peran penting dalam membantu perkembangan dan pertumbuhan peserta didik, membentuk kepribadian anak didik untuk menyiapkan sumber daya manusia yang dapat mensejahterakan rakyat, negara dan bangsa.

B.     Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Menurut survei lapangan dalam Hamalik (2008) hambatan dalam pengembangan kurikulum pada pelaksanaan kurikulum yaitu proses sosialisasi terhadap kurikulum baru belum mengenai sasaran (guru, personel sekolah, siswa, orang tua siswa, masyarakat pemakai tamatan dll). Guru merupakan agen yang langsung terlibat dalam proses pembelajaran sehingga sosialisasi dalam perubahan kurikulum harus benar-benar menyentuh guru. Salah satu alasan keberatan dalam pelaksanaan Integrated Curriculum atau kurikulum unit adalah guru-guru yang tidak dididik untuk menjalankan kurikulum seperti ini (Nasution 2008). Guru dan personel sekolah sulit mengubah pola pikir lama ke pola pikir baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam kurikulum.
Keberhasilan dari suatu kurikulum yang ingin dicapai sangat bergantung pada faktor kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru (Uno 2009). Jika kemampuan guru tinggi, maka guru akan cepat menangkap dan beradaptasi dengan kurikulum yang ada sehingga kurikulum dapat diterapkan secara maksimal. Namun bila kemampuan guru rendah maka guru tidak akan dengan mudah beradaptasi dengan kurikulum yang ada sehingga pelaksanaan kurikulum menjadi terhambat. Husain et al (2011) menyatakan guru harus memiliki pengetahuan tentang kurikulum dan memahami proses dimana kurikulum dapat dikembangkan. Sehingga selain bertugas untuk melaksanaan kurikulum guru juga harus bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum. Pernyataan tersebut diperkuat oleh beberapa alasan sebagai berikut.
1.      Guru adalah pelaksana langsung dari kurikulum di suatu kelas.
2.      Gurulah yang bertugas mengembangkan kurikulum pada tingkat pembelajaran.
3.      Gurulah yang langsung menghadapi berbagai permasalahan yang muncul sehubungan dengan pelaksanaan kurikulum di kelas.
4.      Tugas gurulah yang mencarikan upaya memecahkan segala permasalahan yang dihadapi dan melaksanakan upaya itu.
(Nasution 2008)
Menurut Hamalik (2008) untuk memperbaiki kurikulum perlu diketahui kompetensi guru sebagai partisipan dalam pengembangannya, pengetahuan mereka mengenai seluk beluk kurikulum, kemapuan membuat perencanaan. Perubahan kurikulum tidak dapat terjadi tanpa perubahan guru sendiri. Motivasi kerja guru dalam mengembangkan kurikulum di sekolah akan berdayaguna, apabila guru mempunyai keinginan, minat, penghargaan, bertanggung jawab dan meningkatkan dirinya dalam upaya mengembangkan kurikulum di sekolah (Agung 2010). Usaha perubahan kurikulum sebaiknya perlu dilakukan penyelidikan mengenai sikap dan reaksi guru. Hal tersebut penting karena keberhasilan perubahan bergantung pada kesesuaian nilai-nilai guru dan partisipasi guru dalam perubahan tersebut. Guru dituntut untuk selalu mencari gagasan baru demi penyempurnaan praktik pembelajaran dan pelaksanaan kurikulum.
C.    Pengertian Kompetensi
Dalam UU nomor 14 tahun 2005 disebutkan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi merupakan kemampuan menjalankan aktivitas dalam pekerjaan, yang ditunjukkan oleh kemampuan mentransfer keterampilan dan pengetahuan pada situasi baru. Kusnandar (2008) menyatakan kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Kompetensi adalah serangkaian tindakan dengan penuh rasa tanggungjawab yang harus dipunyai seseorang sebagai persyaratan untuk dapat dikatakan berhasil dalam melaksanakan tugasnya (Yasin 2011). Kompetensi adalah kesatuan yang menggambarkan potensi, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu.
Berkaitan dengan tenaga profesional kependidikan, pengertian kompetensi merupakan perbuatan yang bersifat profesional dan memenuhi spesifikasi tertentu di dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan. Menurut Mulyasa (2009) kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffa membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme. Kompetensi guru merupakan kemampuan guru untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan kewajiban pembelajaran secara profesional dan bertanggungjawab. Saragih (2008) menyatakan kompetensi minimal seorang guru baru adalah menguasai ketrampilan mengajar dalam hal membuka dan menutup pelajaran, bertanya, memberi penguatan, dan mengadakan variasi mengajar. Berdasarkan kompetensi minimal tersebut diharapkan guru dapat meningkatkan keterampilan dalam pengelolaan dan variasi mengajar, terutama dalam variasi menggunakan media. Selvi (2010) menyatakan kerangka kompetensi guru dijelaskan dalam sembilan dimensi sebagai bidang kompetensi, kompetensi penelitian, kompetensi kurikulum, kompetensi belajar seumur hidup, kompetensi sosial-budaya, kompetensi emosional, kompetensi komunikasi, kompetensi informasi dan teknologi komunikasi (TIK), dan kompetensi lingkungan. Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merumuskan kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh dari pendidikan profesi.
1.      Kompetensi Pedagogik
Gliga dalam Suciu dan Liliana (2010) menyatakan konsep kompetensi pedagogik cenderung digunakan sebagai arti standar profesional minimum, sering dianggap sebagai hukum, yang akan menaikkan dan melengkapi peran profesi guru. PP RI nomor 19 tahun 2005 disebutkan kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru mengelola pembelajaran yang terdiri dari pemahaman terhadap siswa, perencanaan, implementasi pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan mengaktualisasikan segenap potensi siswa. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru menyelenggarakan dan mengelola pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penilaian proses dan hasil pembelajaran.
Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan potensi guru, menyebutkan secara rinci kompetensi pedagogik mencakup.
a.    Memahami karateristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural emosional, dan intelektual.
b.   Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c.    Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
d.   Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
e.    Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran.
f.    Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
g.   Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h.   Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses hasil belajar.
i.     Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
j.     Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
2.      Kompetensi Kepribadian
Berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen bagian penjelasan pasal 10 ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Kompetensi kepribadian adalah salah satu kemampuan yang sangat dibutuhkan guru dalam melaksanakan tugas keguruannya. Seorang guru yang memiliki kompetensi kepribadian meniscayakan dirinya memiliki kecendrungan dan bakat untuk menjadi guru, sehingga ia pun akan selalu memiliki sikap optimism dalam pekerjaanya sebagai guru, ia akan cepat dan tepat dalam mengambil keputusan-keputusan keguruannya.
Kepribadian guru seperti yang digambarkan di atas dapat ditumbuh kembangkan melalui beberapa tindakan seperti:
·      Membiasakan kesadaran berperilaku, sehingga apapun yang dilakukan bukan tanpa alasan dan tanggung jawab pendidikan
·      Pembiasan dan pelatihan kepribadian secara terus menerus
·      Mencontoh perilaku orang-orang sukses dalam mendidik
·      Belajar dari sebuah kesalahan, dan lain sebagainya
3.      Kompetensi Sosial
Dalam penjelasan pasal 10 ayat (1) ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan perserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”.
Pentingnya kompetensi sosial bagi seorang guru menurut Raihani (2007) karena pertama guru dan semua anggota sekolah adalah manusia yang merupakan makhluk social. Kedua, aktifitas pendidikan sekolah adalah sebuah kerja tim, bukan kerja individual. Ketiga eksistensi di lingkungan masyarakatnya.
Kompetensi-kompetensi sosial guru
Seorang guru yang kompeten berarti ia mampu untuk melakukan pekerjaan keguruaanya dengan baik. Sementara itu, kompetensi sosial guru merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (Kunandar, 2007; Trianto & Tutik, 2007). Defenisi ini menegaskan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, seorang guru atau pendidik adalah seorang manusia social yang terikat dengan norma dan kaidah yang berlaku pada masyarakat dimana dia tinggal dan beraktifitas. Kedua, kompetensi social guru dilihat dari bagaimana komunikasi dan interaksinya dengan berbagai segmen masyarakat baik disekolah maupun di luar sekolah. Ketiga, stakeholders yang terlibat interaksi demgam guru meliputi siswa dan siswi, sesama guru, staf administrasi sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat luas.
Kunandar (2007: 76) juga mengungkapkan bahwa ciri-ciri guru yang memiliki kompetensi sosial yaitu:
1.       Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.
2.     Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan
3.     Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar



D.    Kurikulum 2013
Kurikulum berkaitan erat dengan mutu pendidikan, walaupun kurikulum bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan (Kwartolo 2002). Menurut Nasution (2008) kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai guna mencapai tujuan pendidikan. Kwartolo (2007) menerangkan bahwa ada banyak definisi tentang kurikulum, namun esensinya adalah menghantarkan peserta didik melalui pengalaman belajar agar mereka dapat tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin. Hamalik (2008) menyatakan kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran namun semua hal yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa. Kurikulum merupakan suatu prencanaan yang memuat isi dan bahan pelajaran, cara, metode atau strategi pembelajaran, dan merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Terdapat berbagai tafsiran tentang kurikulum, kurikulum dapat dilihat sebagai produk, program, hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, dan sebagai pengalaman siswa (Nasution 2008). Kurikulum dapat dinilai sebagai produk hasil karya para pengembang kurikulum berupa buku maupun pedoman kurikulum. Kurikulum sebagai program yaitu alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang mengajarkan berbagai kegiatan yang mempengaruhi perkembangan siswa. Kurikulum juga dianggap sebagai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang akan dipelajari siswa serta pengalaman pada tiap siswa. Kurikulum selalu berkembang dan pemikiran mengenai kurikulum terjadi secara kontinyu.
Kurikulum tahun 2013 adalah rancang bangun pembelajaran yang didesain untuk mengembangkan potensi peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan generasi bangsa Indonesia yang bermartabat, beradab, berbudaya, berkarakter, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, dan bertanggung jawab yang mulai dioperasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 secara bertahap (Kemendikbud 2013c). Menurut Hasan (2013), perkembangan Kurikulum 2013 didasari oleh BNSP 2010 dan adanya pendidikan karakter serta kewirausahaan. Kurikulum ini akan dikembangkan selama kurang lebih lima tahun dari 2010 hingga 2015. Pada tahun 2010 dan 2011 dilakukan kajian mengenai kurikulum. Pada tahun 2012 dilakukan finalisasi dokumen kurikulum. Pada tahun 2013 hingga 2015 dilakukan implementasi dan evaluasi kurikulum di sekolah.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan melanjutkan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan secara terpadu (Kemendikbud 2012). Langkah penguatan tata kelola Kurikulum 2013 terdiri atas: (1) menyiapkan buku pegangan pembelajaran bagi siswa dan guru, (2) menyiapkan guru supaya memahami pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain yang dapat mereka manfaatkan, serta (3) memperkuat peran pendampingan dan pemantauan oleh pusat dan daerah pelaksanaan pembelajaran (Hasan 2013). Hal tersebut diterangkan oleh Iskandar (2013), bahwa penataan kurikulum meliputi perangkat kurikulum, perangkat pembelajaran, dan buku teks sudah dilaksanakan mulai desember 2012 - maret 2013. Untuk implementasi Kurikulum 2013 dilaksanakan mulai juni 2013 dengan penilaian formatif pada juni 2016. Pada penataan dan implementasi Kurikulum 2013 juga didukung sosialisasi, uji publik, pelatihan guru dan tenaga kependidikan.
1. Alasan Pengembangan Kurikulum 2013
Lunenburg (2011) menyatakan pengembangan kurikulum dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum yang pada akhirnya menghasilkan rencana kurikulum. Pengembangan dan pergantian kurikulum pendidikan merupakan hal yang wajar. Setiap kurikulum pasti dikembangkan, direvisi, diganti, diubah, dperbaiki, disempurnakan atau apapun namanya (Supriyoko 2012). Terdapat beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Prinsip umum tersebut antara lain relevansi, fleksibelitas, kontinuitas, praktis, dan efektifitas (Sukmadinata 2009). Dalam pelaksanaan kurikulum diharapkan dapat disesuaikan dengan kondisi peserta didik baik berupa waktu, tempat, maupun latar belakang peserta didik.
Dakir (2004) menyatakan terdapat empat unsur yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu sebagai berikut.
1.        Merencanakan, merancangkan, dan memprogramkan bahan ajar dan pengalaman belajar.
2.        Karateristik peserta didik
3.        Tujuan yang akan dicapai.
4.        Kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan.
Bahan uji publik Kurikulum 2013 disebutkan perlunya pengembangan kurikulum dapat dijumpai pada penjelasan UU nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan strategi pembangunan pendidikan nasional dalam undang-undang ini meliputi pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (Kemendikbud 2012). Iskandar (2013) menambahkan dalam penjelasan pasal 35, UU nomor 20 tahun 2003 juga dijelaskan kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Nugroho (2013) menyatakan pemerintah melakukan perubahan kurikulum atas dasar 4 pertimbangan utama yaitu.
1.      Pendidikan karakter yang belum terakomodasi dengan baik dalam KTSP sehingga perlu penguatan melalui KK 2013. Berbagai perilaku negatif siswa dipahami sebagai bentuk nyata lemahnya pendidikan karakter (meskipun dalam hal ini masih sangat debatable).
2.      Jumlah Mapel yang terlalu banyak mengakibatkan beban studi siswa berat memicu kebosanan dan kelelahan berpikir.
3.      Pencapaian siswa Indonesia dalam serangkaian Skor TIMMS, PIRLS, dan PISA yang selalu berada pada level paling bawah sejajar dengan Negara-negara tertinggal.
4.      Tantangan abad 21 dalam konteks bonus demografi, yakni pada tahun 2045 kelak, jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari usia lansia dan balita. Sehingga mereka yang lahir ini masuk kategori generasi emas harus mendapatkan pendidikan bermutu. Kurikulum 2013 diyakini mampu menjadi interface antara generasi emas menuju usia produktif.
Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal (Kemendikbud 2013a). Tantangan internal terkait tuntutan pendidikan yang mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan dan faktor perkembangan penduduk Indonesia. Tantangan eksternal berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogik, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka. Kemendikbud (2012) menerangkan tantangan masa depan yang mendasari pengembangan kurikulum adalah adanya globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan, kebangkitan industri kecil dan budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, mutu, investasi, dan transformasi pada sektor pendidikan, serta hasil TIMMS dan PISA mengenai pendidikan Indonesia. Dalam bidang sains, matematika, dan membaca sekitar 95 % siswa Indonesia hanya dapat memecahkan soal dengan level kemampuan mengetahui dan mengaplikasikan. Data tersebut menunjukkan bahwa apa yang diajarkan dalam kurikulum Indonesia berbeda dengan yang distandarkan internasional.
Kemendikbud (2012) menyebutkan bahwa kompetensi masa depan yang perlu dikuasai antara lain kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, mampu menjadi warga negara yang bertanggungjawab, mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda serta mampu hidup dalam masyarakat yang mengglobal. Alasan pengembangan kurikulum yang lainnya yaitu fenomena negatif yang mengemuka hingga saat ini. Kemendikbud (2013d) menjelaskan fenomena tersebut antara lain perkelahian pelajar, narkoba, plagiatisme, korupsi, kecurangan dalam ujian, dan gejolak masyarakat. Fenomena negatif tersebut muncul akibat kurangnya karakter yang dimiliki oleh peseta didik. Permasalahan tersebut menuntut perlunya pemberian pendidikan karakter dalam pembelajaran di Indonesia. Pernyataan tersebut didukung oleh persepsi masyarakat yang menjadi alasan pengembangan kurikulum antara lain pembelajaran terlalu menitikberatkan pada kognitif, beban siswa terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter.
Permasalahan Kurikulum 2006 juga menjadi alasan pengembangan Kurikulum 2013. Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melalui tingkat perkembangan anak. Selain itu kurikulum dinilai belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Widodo (2012) menyatakan pengembangan kurikulum yang menawarkan hasil dengan menambah lebih banyak mata pelajaran mewajibkan siswa membeli buku pegangan, dan prosedur penilaian tes diberlakukan kepada seluruh mata pelajaran akan menambah beban berat siswa. Kemendikbud (2012) menyatakan standar proses Kurikulum 2006 belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru. Buku acuan dan silabus pada Kurikulum 2006 ditetapkan sendiri oleh guru atau sekolah. Hal tersebut bertentangan dengan penjelasan pasal 38 bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah (Iskandar 2013).
Selama pengembangan kurikulum 2013 pemerintah melakukan uji publik yang dilakukan melalui dialog tatap muka, dialog virtual (online), dan tulisan (Kemendikbud 2012). Dialog tatap muka dilakukan dibeberapa provinsi dan kabupaten yang dilakukan pada 29 November sampai 23 Desember 2012. Dialog tatap muka ini dilakukan dengan kepala dinas pendidikan, dewan pengawas pendidikan, anggota DPR, kepala sekolah,guru, pengawas, pemerhati pendidikan, dan wartawan. Dialog virtual (online) dilakukan pada sebagian guru dan masyarakat umum dengan jumlah 6.924 orang. Isu pokok yang dikomentari antara lain : (1) justifikasi, (2) SKL, (3) Struktur Kurikulum, (4) Penyiapan Guru, (5) Penyiapan Buku, (6) Skenario Waktu Implementasi, dan (7) Penambahan jam pelajaran. Hasil uji publik menunjukkan bahwa secara gabungan lebih dari 50 % responden setuju dengan justifikasi, SKL, penyiapan guru dan buku, skenario waktu implementasi, dan penambahan jam pelajaran (Kemendikbud 2013d). Hasil uji publik yang sebagian besar menunjukkan hasil positif maka memperkuat alasan pemerintah untuk melakukan pengembangan Kurikulum 2013.
2. Elemen Perubahan Kurikulum 2013
Elemen perubahan dalam Kurikulum 2013 meliputi perubahan standar kompetensi lulusan, standar proses, standar isi, dan standar penilaian (Kemendikbud 2012). Standar kompetensi lulusan (SKL) dibedakan menjadi domain yaitu domain sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Domain sikap terdiri dari elemen proses, individu, sosial, dan alam. Domain ketrampilan terdiri dan elemen proses, abstrak, dan konkret. Domain pengetahuan terdiri dari elemen proses, objek, dan subjek. Kemendikbud (2013d) menjelaskan prosedur penyusunan KD kurikulum 2013 dengan mengevaluasi SK KD KTSP kemudian mempertahankan SK KD lama yang sesuai dengan SKL Baru dan merevisi SK KD lama disesuaikan dengan SKL baru, serta menyusun SK KD baru.
Iskandar (2013) menerangkan perbedaan dari kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya antara lain.
1.      Standar Kompetensi tidak diturunkan dari Standar Isi, namun dari kebutuhan masyarakat.
2.      Standar Isi tidak diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran, namun dari Standar Kompetensi Lulusan.
3.      Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
4.      Kompetensi tidak diturunkan dari mata pelajaran, namun dari kompetensi yang ingin dicapai.
5.      Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas).
6.      Pengembangan kurikulum sampai pada buku teks dan buku pedoman guru.
Kemendikbud (2013a) menyebutkan elemen perubahan yang terdapat dalam kurikulum 2013 selain yang telah disebutkan di atas antara lain.
1.      Adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
2.      Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas.
3.      Perubahan sistem, terdapat mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan di tingkat SMA.
4.      Terjadi pengurangan matapelajaran yang harus diikuti siswa namun jumlah jam bertambah 1 JP/minggu akibat perubahan pendekatan pembelajaran.
5.      Proses Pembelajaran menggunakan Pendekatan Saintifik dan Kontekstual.
6.      Proses Penilaian menggunakan Penilaian Otentik (Autentic Assesment).
7.      Terdapat ekstra kulikuler di SMA antara lain Pramuka (wajib), OSIS, UKS, PMR, dll.
Perbedaan esensial kurikulum SMA terlihat dari Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan carrier of knowledge, semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan sainstifik. Selain itu tidak ada penjurusan di SMA, namun terdapat mata pelajaran wajib, peminatan, antar minat, dan pendalaman minat (Kemendikbud 2013). Lebih lanjut Hasan (2013) menerangkan penentuan minat dilakukan ketika mendaftar SMA berdasarkan konseling ketika SMP, prestasi belajar SMP, Placement test ketika mendaftar di SMA, dan pengamatan dan pembinaan konselor di SMA. Hal tersebut dilakukan agar di semester kedua siswa diperkenankan pindah kelompok minat atau pilihan kelompok minat.


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di 8 SMA yang terdapat di Kabupaten Gowa, sedangkan waktu dilaksanakan penelitian ini direncanakan pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2015/2016.
B.     Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini mencakup seluruh guru fisika Sekolah Menengah Atas (SMA) yang terdapat di Kabupaten Gowa.
C.    Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif.
D.    Fokus Penelitian
Untuk memberikan kejelasan dan menghindari penafsiran yang salah pada penelitian, maka fokus penelitian penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
1.      Kompetensi pedagogik guru
Kompetensi pedagodik yang menjadi fokus penelitian adalah kemampuan guru mengelola pembelajaran yang terdiri dari pemahaman terhadap siswa, perencanaan, implementasi pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan mengaktualisasikan segenap potensi siswa (PP RI nomor 19 tahun 2005). Kompetensi pedagogik yang diteliti disesuaikan dengan Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan potensi guru.
2.      Kesiapan guru
Kesiapan guru yang menjadi fokus penelitian adalah pemahaman guru terhadap Kurikulum 2013. Pemahaman guru mengenai Kurikulum 2013 dapat menunjukkan seberapa besar kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013. Pemahaman guru yang diteliti meliputi pengetahuan mengenai alasan pengembangan, aktulalisasi informasi, struktur dan strategi pengembangan, dan respon terhadap perubahan kurikulum menjdai Kurikulum 2013.

E.     Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data
Jenis data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif. Cara pengumpulan data merupakan cara yang dipakai untuk mengumpulkan data dengan metode-metode tertentu. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut.
1.   Metode Kuesioner
Penelitian ini digunakan kuesioner tertutup dengan bentuk check list. Pernyataan dalam kuesioner tertutup sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih pilihan jawaban. Bentuk kuesioner check list merupakan sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai. Dalam kuesioner ini responden memberikan jawaban mengenai dirinya sendiri. Metode kuesioner dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen pedagogik yang dimiliki oleh guru Fisika kelas X SMA dalam mendukung implementasi Kurikulum 2013.
2.   Metode Wawancara
Wawancara penelitian ini bersifat semiterstruktur (semistructure interview). Dalam wawancara ini peneliti sudah menyiapkan pedoman wawancara namun peneliti juga lebih terbuka dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Responden dalam wawancara ini adalah guru-guru Fisika kelas X SMA di 8 SMA Kabupaten Gowa yang menjadi sampel penelitian. Wawancara pada guru bertujuan untuk mengetahui kesiapan guru dalam mendukung implementasi Kurikulum 2013.
3.   Metode Dokumentasi
Dokumen yang dikumpulkan berupa daftar SMA se Kabupaten Gowa yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa. Selain itu, dokumentasi juga digunakan sebagai rekap seluruh kegiatan penelitian baik berupa foto kegiatan penelitian dan kegiatan pembelajaran, hasil wawancara, sertifikat atau surat tugas bukti guru telah melakukan sosialisasi maupun seminar mengenai kurikulum 2013 serta surat ijin penelitian.

F.     Teknik Analisis Data
Metode analisis data pada penelitian ini adalah menggunakan metode analisis selama di lapangan Model Miles and Huberman. Miles and Huberman dalam Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas yang dilakukan dalam analisis data ini adalah penggolongan data, penyajian data, dan verifikasi data. Data yang akan dianalisis sebelumnya dikumpulkan (data collection), data yang dikumpulkan merupakan data yang berasal dari kuesioner, wawancara, dan dokumentasi dari guru-guru Fisika kelas X SMA di Kabupaten Gowa.
Tahap analisis data Model Miles and Huberman adalah sebagai berikut.
1.      Penggolongan data
Milles B. dan A. Michael (2007) menyatakan penggolongan data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Data disesuaikan dengan fokus penelitian. Kegiatan yang dilakukan antara lain: (1) mengumpulkan data dan informasi dari catatan hasil kuesioner, wawancara, dan dokumentasi; (2) mencari hal-hal yang dianggap penting dari setiap aspek temuan penelitian. Dengan demikian diharapkan data yang didapat mengarah pada tujuan penelitian yang ingin dicapai.
Data hasil wawancara digolongkan dengan mengelompokkan jawaban dari responden yang dianggap sama. Data hasil kuesioner, jawaban tiap butir soal mendapat skor pada masing-masing alternatif jawaban. Alternatif jawaban SS (sangat sering) mendapat skor 4, S (sering) mendapat skor 2, K (kadang-kadang) mendapat skor 2, dan TP (tidak pernah) mendapat nilai 1. Hasil data kuesioner dianalisis dengan menjumlahkan skor jawaban kemudian dihitung dalam bentuk presentase (Ali 1993) melalui rumus sebagai berikut.
Skor kompetensi pedagogik guru fisika = (n/N) x 100%
Keterangan : n = Jumlah skor yang diperoleh
          N = Skor maksimal

Hasil skor diinterpretasikan sesuai dengan Tabel berikut.
Tabel 1 Kriteria kompetensi pedagogik guru fisika berdasarkan skor dalam presentase     
Interval Skor                  
Kriteria
76%-100%
Sangat baik
51%-75%
Baik
26%-50%
Kurang Baik
1%-25%
Tidak Baik

2.      Penyajian data
Penelitian ini menggunakan penyajian data dengan teks yang bersifat naratif. Data yang disajikan dalam penelitian ini berbentuk rangkuman secara deskriptif dan sistematis dari hasil yang diperoleh, sehingga tema sentral dapat diketahui dengan mudah; dan setiap rangkuman diberikan penjelasan dengan memperhatikan kesesuaian dengn fokus penelitian. Diharapkan dari data yang diperoleh akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, data dapat terorganisir dan terdapat pola hubungan dan dapat merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
3. Verifikasi
Langkah yang terakhir adalah verifikasi data atau menarik kesimpulan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang saat penelitian berada di lapangan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu: (1) menguji kesimpulan yang diambil dengan membandingkan teori yang dikemukakan pakar, terutama teori yang relevan; (2) melakukan proses pengecekan ulang mulai dari pelaksanaan pemberian kuesioner, wawancara, dan dokumentasi; (3) membuat kesimpulan untuk dilaporkan sebagai hasil dari penelitian yang dilakukan. Kesimpulan yang diperoleh diharapkan merupakan jawaban dari fokus penelitian yang dirumuskan dan berupa temuan baru.

G.    Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan data
Uji keabsahan data dalam metode kualitatif dapat diuraikan sebagai berikut.
1.      Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas dan atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan cara.
a. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Meningkatkan ketekunan dalam penelitian ini ditunjukkan dengan selain peneliti melakukan pengamatan, peneliti juga mencari data mengenai perkembangan Kurikulum 2013 dari website Kemendikbud. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa dapat direkam secara pasti dan sistematis terutama berkaitan dengan proses sosialisasi, pelatihan guru, dan sekolah pilot of project Kurikulum 2013. Peneliti melakukan pengecekan apakah data sudah benar atau tidak disesuaikan dengan data yang diperoleh dari Kemendikbud sehingga dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis.
b. Menggunakan Bahan Referensi
Yang dimaksud dengan bahan referensi adalah pendukung untuk membuktikan data yang ditemukan oleh peneliti. Data yang telah ditemukan dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga menjadi lebih dapat dipercaya. Bahan referensi dalam penelitian ini berupa dokumentasi surat undangan sosialisasi Kurikulum 2013 yang diperoleh oleh responden serta sertifikat peserta In House Training Kurikulum 2013 yang dapat menunjukkan bahwa reponden benar-benar telah mengikuti sosialisasi dan pelatihan Kurikulum 2013.
2.      Uji Transferabilitas
Pengujian transferabilitas atau keteralihan menunjukkan ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel diambil. Supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif maka peneliti membuat laporan yang rinci, jelas, dan sistematis. Laporan penelitian ini dibuat dengan rinci dan jelas berisi data-data lengkap mengenai hasil penelitian mulai dari hasil wawancara, hasil kuesioner, dan dokumentasi berupa foto kegiatan dan sertifikat keikutsertaan dalam sosialisasi Kurikulum 2013 serta menggunakan kata-kata efektif dalam penyajian data sehingga mudah dibaca. Laporan hasil penelitian juga dibuat sistematis dengan isi dari laporan disampaikan secara urut sesuai dengan fokus penelitian dimulai dari kompetensi pedagogik yang dimiliki guru Fisika sampai kesiapan guru Fisika dalam implementasi Kurikulum 2013.
3.      Uji Dependabilitas
Pengujian dependabilitas atau ketergantungan dilakukan untuk mengatasi kesalahan pada konseptualisasi rencana penelitian, pengumpulan data, interretasi temuan, dan pelaporan hasil penelitian. Pengujian dependabilitas penelitian ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Proses audit dilakukan oleh auditor yang independen yaitu dosen pembimbing penelitian. Dosen pembimbing melakukan melakukan proses audit dimulai dari bagaimana peneliti mulai menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan. Jika peneliti tidak mempunyai dan tidak dapat menunjukkan bukti keseluruhan proses, maka dependabilitas penelitiannya dapat diragukan. Proses peneliti menentukan masalah/fokus dapat dibuktikan dari surat pengajuan tema skripsi yang diberikan kepada pembimbing. Proses memasuki lapangan dapat dibuktikan peneliti dari surat perijinan penelitian dari pihak fakultas, dinas pendidikan dan surat telah melakukan penelitian dari tiap sekolah. Proses menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan dapat dibuktikan dari catatan bimbingan yang dilakukan peneliti bersama pembimbing.
4.      Uji Konfirmabilitas
Pengujian konfirmabilitas atau kepastian diperlukan untuk mengetahui objektivitas penelitian. Penelitian dikatakan objektif bila telah disepakati banyak orang. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil dan dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmabilitas. Hasil penelitian ini telah dikaitkan dengan proses penelitian dan telah disepakati untuk dipertanggungjawabkan dalam sidang penelitian. Hasil penelitian yang telah disepakati dari peneliti dan pembimbing dan telah dikaitkan dengan proses penelitian dianggap telah memenuhi standar konfirmabilitas.

 
  

DAFTAR PUSTAKA

Ali M. 1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik O. 2008. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hasan H. 2013. Informasi Kurikulum 2013. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Iskandar H. 2013. Desain Induk Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
[Kemdikbud] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Bahan Uji Publik Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
_______. 2013a. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
_______. 2013b. Pedoman Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
_______. 2013c. Pedoman Pemberian Bantuan Implementasi Kurikulum Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
_______. 2013d. Pengembangan Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kusnandar. 2008 . Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moleong LJ. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Miles BM & AM Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Pre4.
Mulyasa E. 2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution S. 2008. Asas-Asas Kurikulum. Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
 [Permendiknas] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: BSNP.
[Permendikbud] Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
[PP RI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang : standar nasional pendidikan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
_______. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 74 tahun 2008 tentang : guru. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri.
Selvi K. 2010. Teacher’s competencies. Internatonal Journal of Philosophy of Culture and Axiology 7 (1):167-175.
[Sidiknas] Sistem Pendidikan Nasional. 2012. Keberhasilan Kurikulum 2013. On line at http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-5[diakses tanggal 12 Juni 2015]
Suciu AL & L Mata. 2011. Pedagogical competences- the key to efficient education.International Online Journal of Educational Science 3 (2): 411-423.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Alfabeta: Bandung.
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukmadinata NS. 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
 [UU RI] Undang-undang Republik Indonesia. 2005. Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang: guru dan dosen. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Usman H & Nuryadin ER. Strategi Kepemimpinan Pembelajaran Menyongsong Implementasi Kurikulum 2013. Cakrawala Pendidikan 32 (1):1-13.
Usman MU. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Uno HB. 2009. Profesi Kependidikan Problema, solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Yusuf A. 2007. Kesiapan Sekolah dalam Mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Lembaran Ilmu Kependidikan 36 (2):85-95.






Contoh Proposal Penelitian Kualitatif Rating: 4.5 Diposkan Oleh: jelajahpemikir

0 komentar:

Posting Komentar