Selasa, 19 Januari 2016

Penelitian Eksperimen Desain Faktorial 2 x 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Matematika sangatlah penting untuk diberikan kepada semua peserta didik, mulai dari sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi. Salah satu tujuannya, menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Matematika adalah ilmu dasar yang mendasari berbagai ilmu pengetahuan lain. Oleh karena itu, Matematika berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Matematika menjadi dasar dalam pengembangan ilmu. Kemajuan teknologi tidak dapat dipisahkan dari peran Matematika. Perkembangan ilmu dan teknologi sebagai hasil dari kemampuan berpikir logis, kritis, dan analitis. Dengan adanya kemampuan tersebut, manusia memiliki dorongan ingin tahu dan memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya. Oleh karena itu, Matematika sangatlah berperan penting dalam setiap aspek kehidupan manusia. Masalah utama yang sering dihadapi dalam pembelajaran Matematika di sekolah yaitu Matematika dirasakan sulit oleh siswa karena banyak guru yang mengajarkan Matematika dengan materi dan metode yang tidak menarik, dimana guru menerangkan, sementara siswa hanya mencatat (Zulkardi, 2000). Senada dengan pendapat di atas, Russefendi (1989) mengemukakan bahwa pelajaran Matematika pada umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi oleh anak-anak. Permasalahan inti dalam pendidikan Matematika di Indonesia yaitu rendahnya mutu pendidikan Matematika di Indonesia yang ditunjukkan dengan rendahnya prestasi siswa baik pada skala Nasional (UN), maupun Internasional (TIMSS, PISA). Untuk TIMSS (pada tahun 2007, Indonesia berada pada urutan ke 36 dari 48 negara), sedangkankan untuk PISA (pada tahun 2006, Indonesia berada pada urutan ke 52 dari 57 negara). Rendahnya prestasi siswa tersebut terkait dengan komponen-komponen pembelajaran Matematika di sekolah, diantaranya kurikulum, media, pendekatan, dan evaluasi (Zulkardi, 2005: 25). Saat ini pembelajaran Matematika yang digunakan di beberapa Sekolah di kota Bulukumba masih menggunakan pendekatan konvensional. Pembelajaran Matematika masih didominasi metode ceramah dan pemberian tugas. Siswa kurang dilibatkan sepenuhnya dalam pembelajaran dan tidak dilatih untuk menggali dan mengolah informasi, mengambil keputusan secara tepat, dan memecahkan masalah. Siswa juga kurang dilatih untuk mengkonstruksi dan menemukan sendiri konsep dan rumus yang ada. Siswa hanya sebagai penerima informasi sehingga membuat kecakapan berpikir siswa rendah atau dengan kata lain pembelajaran dirasakan kurang bermakna. Pendidikan Matematika di Indonesia pada umumnya masih merupakan pendidikan Matematika konvensional yang banyak ditandai oleh sifatnya yang mekanistik atau strukturalistik. Hal ini kontras dengan tujuan pembelajaran Matematika seperti yang termuat dalam KTSP yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Seperti melalui kegiatan penyelidikan eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsistensi. Peran guru untuk menggunakan strategi pembelajaran yang dapat memberdayakan potensi siswa sangat penting dilaksanakan diantaranya adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving). Pembelajaran yang masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai suatu fakta untuk dihapal. Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan permasalah-permasalahan aktual yang terjadi di lingkungannya. (Rusman:2010) Senada dengan itu Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut dengan proses akomodasi. Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning/CTL). Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa. CTL atau contextual teaching and learning adalah sebuah sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. (Sugiyanto: 2009) Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi atau proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.Karena untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa, diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri (learning to do), bahkan sekedar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru. (Rusman: 2010). Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat), (Rusman: 2010). Pembelajaran matematika di sekolah dasar tidak hanya diarahkan pada peningkatan kemampuan siswa dalam berhitung, tetapi juga diarahkan kepada peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah (Problem Solving), baik masalah matematika maupun masalah lain yang secara kontekstual menggunakan matematika untuk memecahkannya. Hal ini didorong oleh perkembangan arah pembelajaran matematika yang digagas oleh National Council of Teacher of Mathematics di Amerika pada tahun 1989 yang mengembangkan Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, dimana pemecahan masalah dan penalaran menjadi tujuan utama dalam program pembelajaran matematika di sekolah dasar. Perubahan paradigma pembelajaran matematika ini kemudian diadaptasi dalam kurikulum di Indonesia terutama mulai dalam Kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006. Mata pelajaran matematika diantaranya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan pemahaman konsep, penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan (BSNP, 2006). Selain pendekatan, kualitas belajar juga bergantung kepada metode evaluasi yang diterapkan (Soedijarto, 1989). Dilihat dari metode evaluasi hasil pembelajaran, dapat dilakukan dengan dua tahap, yaitu: (1) evaluasi formatif, yang dilakukan secara kontinu, detil, dan dalam lingkungan materi yang terbatas, (2) evaluasi sumatif, yang dilakukan pada akhir pembelajaran dalam pencapaian materi yang lebih luas, sedangkan dilihat dari bentuk tes yang lazim digunakan adalah bentuk tes pilihan ganda dan bentuk tes uraian baik dalam evaluasi formatif maupun sumatif. Dimana evaluasi yang diberlakukan di kelas bertujuan untuk mendapatkan umpan balik bagi usaha perbaikan kualitas pembelajaran dalam konteks kelas (Djaali, 2004: 12). Berdasarkan hasil tersebut, guru dapat mengetahui apa yang masih perlu untuk dijelaskan kembali agar materi pelajaran dapat dikuasai lebih baik oleh siswa. Tes formatif terdiri dari tes formatif positif dan tes formatif negatif. Di dalam tes formatif positif terdiri dari soal-soal yang banyak strategi dan banyak solusi, sehingga semua siswa diharapkan dapat mengerjakan walau dengan strategi yang berbeda, sedangkan tes formatif negatif terdiri dari soal-soal yang sulit seperti soal Ujian Sekolah, sehingga banyak siswa yang tidak mampu menjawabnya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, jenis tes yang digunakan adalah tes formatif positif. Dilihat dari bentuknya, tes formatif dapat dibagi menjadi dua yaitu, (1) tes objektif dan (2) tes uraian. Ada beberapa jenis tes objektif, misalnya mengisi jawaban singkat, memasangkan benar salah, dan pilihan ganda. Butir pilihan ganda umumnya terdiri atas satu kalimat pernyataan atau kalimat pertanyaan dan beberapa pilihan jawaban yang disebut alternatif atau options. Berbeda dengan tes objektif, tes subjektif atau yang biasa disebut dengan tes uraian adalah salah satu bentuk tes yang dalam pemberian skor dipengaruhi oleh opini atau penilaian seseorang. Tes uraian menghendaki siswa merumuskan jawaban sendiri. Jadi siswa tidak memilih jawaban melainkan memberi jawaban dengan kata-katanya sendiri. Kebutuhan akan tes uraian adalah untuk mengembangkan secara penuh respon siswa. Keakuratan dan kualitas tanggapan (respon) harus dinilai (dipertimbangkan) oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang materi yang diujikan, biasanya orang yang menulis butir soal itu. Tes uraian digunakan untuk mengembangkan secara penuh kemampuan siswa dalam memberi tanggapan atas pertanyaan yang diberikan. Selain ingatan dan penerapan akan suatu konsep, ketajaman analisis dan interpretasi sangat diperlukan dalam menjawab tes uraian. Dengan tes uraian, guru dapat mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu konsep atau belum dan sejauh mana daya analisis yang dimiliki oleh siswa. Hal ini tampak jelas dari jawaban siswa yang tertulis dalam lembar jawaban. Setiap langkah dalam menjawab pertanyaan dapat menjadi indikator sejauh mana penguasaan siswa. Berdasarkan uraian di atas, peneliti perlu dilakukan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Bentuk Tes Formatif terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMA Negeri 1 Bulukumba”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan kontekstual dan kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan pemecahan masalah 2. Apakah Terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara peserta didik yang diberikan bentuk tes uraian dan peserta didik yang diberikan bentuk tes pilihan ganda. 3. Apakah Terdapat pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran dan bentuk tes formatif terhadap hasil belajar matematika peserta didik. 4. Apakah Untuk kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan kontekstual, terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diberikan tes pilihan ganda dengan hasil belajar matematika kelompok peserta didik yang diberikan bentuk tes uraian 5. Apakah Untuk kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah , terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diberikan bentuk tes pilihan ganda dengan kelompok peserta didik yang diberikan bentuk tes uraian. 6. Apakah Untuk kelompok peserta didik yang diberi bentuk tes uraian, terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan kontekstual dengan kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan pemecahan masalah 7. Apakah Untuk kelompok peserta didik yang diberi bentuk tes pilihan ganda terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah. B. Tujuan Penelitian Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk Mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan kontekstual dan kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan pemecahan masalah 2. Untuk Mengetahui perbedaan perbedaan hasil belajar matematika antara peserta didik yang diberikan bentuk tes uraian dan peserta didik yang diberikan bentuk tes pilihan ganda. 3. Untuk Mengetahui pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran dan bentuk tes formatif terhadap hasil belajar matematika peserta didik. 4. Untuk Mengetahui Apakah ada pebedaan kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan kontekstual, terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diberikan tes pilihan ganda dengan hasil belajar matematika kelompok peserta didik yang diberikan bentuk tes uraian 5. Untuk Mengetahui Apakah ada pebedaan kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah , terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diberikan bentuk tes pilihan ganda dengan kelompok peserta didik yang diberikan bentuk tes uraian. 6. Untuk Mengetahui Apakah ada pebedaan kelompok peserta didik yang diberi bentuk tes uraian, terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan kontekstual dengan kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan pemecahan masalah 7. Untuk Mengetahui Apakah ada pebedaan kelompok peserta didik yang diberi bentuk tes pilihan ganda terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah. C. Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan penelitian ini, maka manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa, pendekatan pembelajaran kontekstual dengan pendekatan pemecahan masalah dapat menciptakan suasana belajar menyenangkan, menjadikan peserta didik senang dan tertarik terhadap menyelesaikan persoalan dalam bentuk tes formatif (ulangan harian) karena peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran 2. Bagi Guru, Informasi bagi guru sebagai pendidik dan pembimbing agar masalah siswa terutama dalam peningktan hasil belajar dapat diatasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu sebagai bahan acuan guru untuk memilih model dan metode atau pnedekatan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Sehingga hasil proses belajar mengajar akan maksimal sesuai dengan kemampuan siswa. BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Teoritik 1. Pembelajaran Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) a. Pengertian Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) Dari sekian banyak pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan guru di kelas, terdapat salah satu pendekatan yang disebut Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ). Dengan pendekatan ini diharapkan siswa lebih cepat memahami persoalan-persoalan yang dihadapi dalam pembelajaran matematika, serta mampu menyelesaikan persoalan-persoalan itu melalui pengetahuan yang telah dimilikinya. Pendekatan kontekstual lahir didasarkan pada hasil penelitian Joh Dewey ( 1916 ) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, menyimpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu, baik secara individu maupun kelompok. Menurut Depdiknas ( 2002 : 3 ) “ Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari “. b. Komponen – Komponen utama dalam Pembelajaran Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) Menurut Nurhadi dan A.G. Senduk ( 2003 : 31 ) , “ Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu : (1) Kostruktivisme ( contractivism ), (2) menemukan ( inquiri ), (3) masyarakat belajar (learning community ), (4) bertanya ( questioning ), (5) permodelan ( modelling ) (6) refleksi ( reflektion ), dan (7) penilaian sebenarnya ( authentic assessment ) “Suatu kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual apabila menerapan ketujuh komponen tersebut dalam proses pembelajarannya. c. Langkah – langkah dalam Pembelajaran Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) Adapun Langkah-langkah pembelajaran kontekstual menurut Depdiknas ( 2002 : 10 ) adalah sebagai berikut : 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya ( Constructivisme ) 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. ( Inquiry ) 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. ( Questioning ) 4) Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok- kelomp ( Learning Community ) 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran ( Modeling ) 6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan. ( Reflection ) 7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dan objektif dengan berbagai cara. ( Authentic Assesment ) 2. Pembelajaran pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving). a. Pengertian Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) Dalam Matematika Pendekatan problem solving adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong pesrta didik untuk mencari atau memecahkan suatu masalah/persoalandalam rangka pencapaian tujuan pengajaran (Setiawan, 2008). Menurut Abdurrahman (2003), “Pendekatan pemecahan masalah menekankan pada pengajaran untuk berfikir tentang cara memecahkan masalah dan pemrosesan informasi matematika”. Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang ilmu dan memiliki pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem solving dalam matematika memiliki kekhasan tersendiri. Pengertian pemecahan masalah menurut Posamentier (1999) adalah suatu proses mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam suatu situasi yang baru dan tidak dikenal. Belajar memecahkan masalah merupakan alasan utama mempelajari matematika. Menyelesaikan soal cerita (word problem) adalah salah satu bentuk proses pemecahan masalah, akan tetapi siswa juga harus dihadapkan dengan masalah yang bukan berupa soal cerita (nontext problem). Robert Waley (dalam Purba) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu kegiatan kompleks dan tingkat tinggi dari kegiatan mental seseorang. b. Karakteristik Problem Solving Walaupun secara umum para pendidik hanya terfokus pada materi matematika ketika menyinggung pembelajaran pemecahan masalah, namun sesungguhnya ada dua dimensi atau dua “materi” yaitu: (1) pembelajaran matematika melalui model atau strategi pemecahan masalah, dan (2) pembelajaran strategi pemecahan masalah itu sendiri. Yang pertama “pemecahan masalah” sebagai strategi atau model atau pendekatan pembelajaran, sedang yang kedua “pemecahan masalah” sebagai materi pembelajaran. Menurut hemat penulis kedua dimensi ini sama-sama penting, karena “materi” yang pertama terkait dengan pentingnya problem solving secara “fungsional”, sedang materi kedua terkait dengan pentingnya problem solving sebagai “logikal” dan “aestetikal”. Barangkali yang dapat dilakukan kita adalah menerapkan pembelajaran dengan model pemecahan masalah sambil mengarahkan siswa untuk memahami dan memiliki keterampilan pemecahan masalah. Mengenai model atau pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach), maka berikut ini karakteristik khusus pendekatan pemecahan masalah (dalam Taplin, 2000). • Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru dan siswa. • Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa. • Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi penyelesaiannya. • Guru menerima jawaban yang tidak bukan untuk mengevaluasi. • Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan berwawasan dan berbagi dalam proses pemecahan masalah. • Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur . • Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep, sebuah prosessentral dalam matematika. c. Tujuan Dan Pentingnya Pembelajaran Problem Solving Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut: 1) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya. 2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa. 3) Potensi intelektual siswa meningkat. 4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan. Menurut Polya, pekerjaan pertama seorang guru matematika adalah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membangun kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah. Mengapa hal ini menjadi penting? Alasan pertama adalah karena siswa (bahkan guru, kepala sekolah, orang tua, dan setiap orang) setiap harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau tidak. Karena itu pembelajaran pemecahan masalah sejak dini diperlukan agar siswa dapat menyelesaikan Problematika kehidupannya dalam arti yang luas maupun sempit. Dalam pembelajaran matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Mengapa? Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artifisial, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat matematika ini menuntut pembelajar menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategik. Selain itu secara timbal balik maka dengan mempelajari matematika, siswa terasah kemampuan dalam memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah matematika bersifat “universal” sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang universal (artifisial, simbolik). d. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah (Problem Solving) Dalam Pembelajaran Penyelesaian masalah menurut J.Dewey dalam bukunya W.Gulo (2002:115) dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu ; Tahap-Tahap Kemampuan yang diperlukan 1) Merumuskan masalah Mengetahui dan merumuskan masalahsecara jelas 2) Menelaah masalah Menggunakan pengetahuan untuk memperinci menganalisa masalah dari berbagai sudut 3) Merumuskan hipotesis Berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab – akibat dan alternativepenyelesaian 4) Mengumpulkan danmengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis Kecakapan mencari dan menyusun data menyajikan data dalam bentuk diagram,gambar dan tabel 5) Pembuktian hipotesis Kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubung – hubungkan dan menghitung Ketrampilan mengambil keputusan dan kesimpulan 6) Menentukan pilihan penyelesaian Kecakapan membuat altenatif penyelesaiankecakapan dengan memperhitungkan akibat yang terjadi pada setiap pilihan Langkah-langkah pendekatan problem solving dalama pembelajaran matematika, menurut Polya (dalam Tim MKPBM, 2001: 91), dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah, yaitu : 1) Memahami masalah Dalam hal ini, siswa harus dapat menentukan dengan jeli apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan untuk memecahkan suatu masalah. Jika ada hal-hal penting hendaknya di catat di dalam buku untuk mengantisipasi jikalau suatu saat lupa. 2) Merencanakan masalah Dalam pembelajaran pemecahan masalah, siswa dikondisikan untuk memiliki pengalaman menerapkan berbagai macam setrategi atau metode pemecahan masalah. Strategi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah matematika cukup banyak dan bervariasi seperti diantaranya : membuat gambar atau diagram, menentukan pola, melakukan eksperimen, coba-coba, menyederhanakan masalah dll. 3) Menyelesaikan masalah Seuai rencana langkah ke-dua proses inti dari pemecahan masalah adalah melaksanakan rencana pemecahan yang telah dibuat. Pada tahap ini siswa perlu: a) Mengecek langkah proses pemecahan masalah, apakah masing-masing langkah sudah benar. b) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh setelah mendapatkan jawaban dari suatu masalah, pengecekan atau melihat kemalai jawaban adalah sesuatu yang sanagta penting. Apakah penyelesaiannya sudah benar? Apakah suda lengkap? Apakah sudah sesuai denga langkah-langkah yang seharusnya. e. Kelebihan Dan Kekurangan Pemecahan Masalah (Problem Solving) Pembelajaran problem solving ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan model pembelajaran problem solving diantaranya yaitu: 1) Metode ini lebih membuat pembelajaran disekolah lebih relevan dengan kehidupan 2) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalh dapat membiasakn para siswa menghadapi memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan didalam kehidupan dalam keluarga bermasyarakat, dan bekerja kelak suatu kemampuan yang sngat bemakna didalam kehidupan mausia. 3) Metode ini menerangkankemampuan berpikir siswa secara kreatip dan mnyeluruh, karena dalm proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahn dri berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan. Kekurangan metode problem solving diantaranya yaitu: 1) Menentukan suatu maslah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat bepikir siswa tingkat sekolah dan kelasnya serta pengalamnan yang telah dimiliki siswa sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru. 2) Proses belajar mengajar denga menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering mengambil waktu pelajaran lain. 3) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berikir dan memecahkan macam-melompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai suber belajar, merupaka permasalahan sendiri bagi siswa. 3. Tinjauan tentang Bentuk Tes Formatif Tes adalah suatu alat untuk memperoleh sampel tingkah laku dari suatu ranah tertentu. Tes adalah suatu alat yang sistematis untuk mengamati dan mencandrakan satu atau lebih karakteristik seseorang dengan menggunakan skala numerik atau sistem kategori. Dilihat dari tujuan dan fungsinya, tes dibagi menjadi empat, yaitu: (1) tes penempatan, (2) tes formatif, (3) tes diagnostik, dan (4) tes sumatif. Dalam kaitannya dengan penulisan ini, jenis tes yang digunakan adalah tes formatif. Tes formatif adalah penilaian tentang prestasi siswa, yang terintegrasi dalam rencana pelajaran. Penilaian yang terus menerus dilakukan berfungsi untuk memberikan arah dalam melakukan kegiatan berikutnya. Tes formatif dilakukan pada setiap periode waktu tertentu dan digunakan untuk memonitor kemajuan siswa (Silverius, 1991). Frekuensi pemberian tes formatif disesuaikan dengan banyaknya topik (sub pokok bahasan) dalam satu program pengajaran tersebut. Sebaiknya setiap akhir sub pokok bahasan perlu diberikan tes formatif, yang berguna untuk mengetahui sejauh mana penguasaan para siswa pada sub pokok bahasan tersebut. Tujuan tes formatif adalah untuk membantu siswa dan guru dalam proses belajar mengajar pada materi-materi yang khusus (tertentu) sehingga siswa mempunyai penguasaan yang tuntas (mastery). Evaluasi formatif sebenarnya merupakan suatu penilaian dari program yang sedang berlangsung yang digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan program pengajaran, identifikasi dari keefektifan proses pengajaran, dan penilaian dari proses pengajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tes formatif adalah tes yang digunakan untuk memantau kemajuan belajar siswa selama proses belajar mengajar berlangsung dalam satu program tertentu (misal caturwulan/semester). Hal ini berguna untuk memberikan umpan balik kepada siswa, sudah seberapa besar penguasaan siswa dalam topik pengajaran yang telah diajarkan, sehingga melalui umpan balik dan perbaikan, semua siswa dapat mempunyai penguasaan yang baik. Sehubungan dengan tujuan penelitian ini, aspek yang diperhatikan dalam penggunaan tes formatif adalah dari aspek bentuk tes. Dilihat dari bentuknya, tes formatif dapat dibagi menjadi dua yaitu: (1) tes objektif dan (2) tes uraian. Di bawah ini akan diuraikan mengenai kedua bentuk tes tersebut di atas beserta kekuatan dan kelemahan masing-masing bentuk tes. a. Bentuk Tes Uraian Tes subjektif atau yang biasa disebut dengan tes uraian adalah salah satu bentuk tes untuk memperoleh skor yang dipengaruhi oleh opini atau penilaian dari seseorang. Jenis tes uraian menghendaki siswa merumuskan jawaban sendiri. Siswa tidak memilih jawaban melainkan memberi jawaban dengan kata-katanya sendiri. Jawaban terhadap butir tes uraian diberikan oleh siswa dengan kata-kata sendiri. Jawaban terhadap butir tes uraian diberikan oleh siswa dengan kata-katanya sendiri, maka jawaban tersebut hanya dapat diperiksa oleh mereka yang menulis butir atau oleh mereka yang tahu persis mengenai masalah yang ditanyakan dalam soal. Jawaban butir soal uraian harus dibaca satu per satu, dibandingkan dengan jawaban yang dikehendaki oleh penulis soal, dan kemudian diberi skor menurut pedoman yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Pemberian tes uraian dimaksudkan untuk mengembangkan secara penuh respons siswa. Tes uraian mengharuskan siswa untuk mengingat kembali, menginterpretasi, atau menganalisis daripada sekedar mengidentifikasi, mempersiapkan alternatif jawaban seperti yang terjadi pada tes pilihan ganda. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan bentuk tes uraian yaitu: (1) dari segi isi yang diukur hendaknya ditentukan dengan jelas abilitasnya (pemahaman konsep, aplikasi suatu konsep, analisis dari suatu permasalahan, dan aspek kognitif lainnya). Tetapkan materi essensial yang akan ditanyakan, (2) dari segi bahasa, gunakan bahasa yang baik dan benar, sederhana, singkat, jelas apa yang hendak ditanyakan, (3) dari segi teknis penyajian soal, jangan mengulang-ulang pertanyaan terhadap materi yang sama. Perhatikan waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal tersebut. Bedakan bobot penilaian untuk setiap soal disesuaikan dengan tingkat kesukaran soal, (4) dari segi jawaban, setiap pertanyaan yang hendak diajukan sebaiknya telah ditentukan jawaban yang diharapkan atau dengan kata lain adanya satu jawaban yang benar. Tes uraian termasuk dalam tes tertulis yang merupakan alat penilaian yang penyajiannya maupun penggunaannya dalam bentuk tertulis. Bentuk tes tertulis dapat berupa pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, isian singkat, dan uraian (esai). b. Bentuk Tes Pilihan Ganda Tes objektif adalah tes yang dapat diskor secara objektif, karena pemeriksaannya atau penskorannya tidak selalu dilakukan oleh manusia tapi dapat dilakukan oleh mesin. Hal ini sesuai dengan pendapat Hopkins dan Antes yang mengemukakan bahwa dalam butir soal objektif, pemeriksaan tes tidak memberikan penilaian tentang mutu jawaban siswa, tetapi hanya mencocokkan jawaban siswa dengan kunci jawaban (Hopkins dan Antes, 1990). Secara umum terdapat tiga tipe tes objektif yaitu: pilihan ganda (multiple choice), benar-salah (true-false), dan menjodohkan (matching). Dari tipe tes tersebut, tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah pilihan ganda. Bentuk tes pilihan ganda yang pada umumnya terdiri atas satu kalimat pernyataan atau kalimat pertanyaan yang disebut item dan beberapa pilihan jawaban yang disebut alternatif atau options. Grounlund (1993) mengemukakan bahwa soal pilihan ganda terdiri dari dua bagian, yaitu: pokok soal (item) dan alternatif jawaban (options). Pokok (item) dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Apabila dalam bentuk pertanyaan, dapat berupa pertanyaan lengkap atau tidak lengkap, bahkan mungkin pertanyaan dan pernyataan. Sedangkan alternatif jawaban (options) terdiri atas beberapa pilihan dan salah satu dari alternatif pilihan ini adalah kunci jawaban, serta alternatif jawaban lainnya adalah pengecoh atau distraktor. Tipe butir soal pilihan ganda adalah suatu butir yang alternatif jawabannya lebih dari dua. Biasanya digunakan 3 atau 4 alternatif jawaban untuk sekolah dasar dan 5 alternatif jawaban untuk sekolah menengah. Menurut Ebel dan Frisbie (!986: 66-67), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pengecoh dengan baik adalah: (1) masing masing pengecoh harus dibuat sama panjang, (2) dapat dipikirkan sebagai gabungan beberapa pernyataan untuk menjawab pertanyaan, (3) jika butir soal menghendaki jawaban ya atau tidak maka alternatif jawaban harus disertai penjelasan, (4) perlu digunakan kombinasi dua elemen dalam alternatif jawaban, (5) jika alternatif jawaban masih sukar dipahami perlu dipertimbangkan kembali pokok soalnya. Bryant (1996: 3) mengungkapkan keunggulan tes pilihan ganda sebagai berikut: (1) dapat secara komprehensif untuk materi yang luas, karena banyak pertanyaan yang dapat dibuat, (2) dapat digunakan untuk mengetes berbagai tingkatan belajar, (3) mempunyai reliabilitas yang tinggi dalam pengukuran dan pemberian sekor, (4) memerlukan biaya tinggi tetapi dapat digunakan secara efektif, (5) dapat dikembangkan menjadi tes baku, dan (6) dapat digunakan dengan baik untuk mengetahui kesulitan siswa jika options yang dipilih salah. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tes pilihan ganda adalah seperangkat tes yang setiap butirnya menyediakan beberapa alternatif jawaban dimana salah satunya merupakan jawaban yang benar dan lainnya merupakan pengecoh (distractor). Alternatif jawaban tersebut biasanya terdiri dari empat atau lima pilihan. 4. Pengertian Hasil Belajar Belajar Matematika merupakan suatu aktifitas mental untuk memahami arti dari hubungan-hubungan dan simbol-simbol yang terkandung dalam Matematika secara sistematik, cermat, dan tepat, kemudian menerapkan konsep-konsep yang dihasilkan untuk memecahkan masalah dalam berbagai keadaan atau situasi nyata. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa ditunjukkan oleh perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, analisis, sintesis, evaluasi, serta nilai dan sikap. Perubahan yang dihasilkan dari belajar dapat berupa perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu dilihat sebagai tingkah laku. Adanya perubahan itu tercermin dalam prestasi belajar yang diperoleh siswa. Prestasi adalah bukti keberhasilan dari usaha yang dapat dicapai (Winkel, 1984). Hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Bloom (1981) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil-hasil perubahan tingkah laku yang meliputi 3 (tiga) ranah, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotorik (psychomotor domain). Ditinjau dari proses pengukuran, dikatakan bahwa hasil belajar merupakan kecakapan nyata yang dapat diukur secara langsung dengan tes dan dapat dihitung hasilnya dengan angka. Hal ini berarti bahwa hasil belajar seseorang dapat diperoleh melalui seperangkat tes dan dengan hasil tes dapat memberikan informasi seberapa jauh kemampuan penyerapan materi oleh seseorang setelah mengikuti proses belajar. Berdasarkan pernyataan yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa pada ranah kognitif yang diperoleh setelah mengikuti proses pembelajaran yang terwujud dalam bentuk skor hasil belajar mata pelajaran Matematika. B. Kerangka Pikir Alur kerangka pikir dapat digambarkan secara praktis mengenai Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Dan Bentuk Tes Formatif Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMA Negeri 1 Bulukumba C. Hipotesis Penelitian Adapun Hipotesis Penelitiannya adalah sebagai berikut 1. Terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan kontekstual dan kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan pemecahan masalah 2. Terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara peserta didik yang diberikan bentuk tes uraian dan peserta didik yang diberikan bentuk tes pilihan ganda. 3. Terdapat pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran dan bentuk tes formatif terhadap hasil belajar matematika peserta didik. 4. Untuk kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan kontekstual, terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diberikan tes pilihan ganda dengan hasil belajar matematika kelompok peserta didik yang diberikan bentuk tes uraian 5. Untuk kelompok peserta didik yang diajar menggunakan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah , terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diberikan bentuk tes pilihan ganda dengan kelompok peserta didik yang diberikan bentuk tes uraian. 6. Untuk kelompok peserta didik yang diberi bentuk tes uraian, terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan kontekstual dengan kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan pemecahan masalah 7. Untuk kelompok peserta didik yang diberi bentuk tes pilihan ganda terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan kelompok peserta didik yang diajar dengan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah. BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN Penelitian ini dikategorikan penelitian eksperimen dengan rancangan faktorial 2 x 2 dengan dua jenis perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah pendekatan kontekstual dan pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving). Pendekatan pembelajaran Pendekatan kontekstual (A1 ) Pendekatan Pemecahan Masalah (A2) Bentuk tes formatif Bentuk tes Uraian (B1) (A1B1) Hasil belajar matematika peserta didik (A2B1) Hasil belajar matematika peserta didik Bentuk tes Pilihan ganda (B2) (A1B2) Hasil belajar matematika peserta didik (A2B2) Hasil belajar matematika peserta didik Keterangan : A1 = pendekatan pembelajaran Kontekstual A2 = pendekatan pembelajaran pemecahan masalah B1 = bentuk tes uraian B1 = bentuk tes pilihan ganda A1B1 = peserta didik yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dan diberi tes uraian A1B2 = peserta didik yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dan diberi tes pilihan ganda A2B1 = peserta didik yang diajar dengan pendekatan pemecahan masalah (problem Solving)dan diberi tes uraian A2B2 = peserta didik yang diajar dengan pendekatan pemecahan masalah (problem Solving)dan diberi tes pilihan ganda B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA negeri bulukumba, yakni SMA Negeri 1 Bulukumba pada semester 1 tahun pelajaran 2015/2016. sedangkan uji coba instrumen penelitian dilaksanakan di sma negeri 2 Bulukumba C. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas x SMAN 1 Bulukumba jumlah peserta didik 270 siswa terdiri dari 9 kelas. 2. Sampel Untuk mendapatkan sampel penelitian, maka dilakukan penarikan sampel dengan teknik simple random sampling (random secara sederhana). Sampel dalam penelitian ini dipilih dua kelas secara acak. D. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel terikat dalam penelitian adalah hasil belajar matematika 2. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yakni pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pemecahan masalah (problem Sloving), dan bentuk tes formatif Dari dua variabel tersebut adapun definisi operasional sebagai berikut a. Hasil belajar matematika. Hasil belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor kemampuan peserta didik dalam mata pelajaran matematika. Skor tersebut diperoleh peserta didik setelah melalui suatu pengujian yang menggunakan instrumen tes hasil belajar matematika dalam bentuk tes formatif yakni bentuk tes uraian dan bentuk teks pilihan ganda. Tes tersebut disusun oleh peneliti berdasarkan kisi – kisi instrumen yang telah ditetapkan sebelumnya. Skor tersebut mencerminkan kemampuan peserta didik dalam ranah kognitif sebagai hasil pembelajaran matematika dalam suatu periode tertentu. b. Pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor tes kemampuan peserta didik dalam mata pelajaran matematika yang diberi tes formatif yakni tes uraian dan tes pilihan ganda dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah c. Bentuk tes formatif. Bentuk tes formatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor kemampuan tes peserta didik yang digunakan untuk mengukur hasil belajar atau kognitif menyelesaikan soal mata pelajaran matematika dalam bentuk tes formatif yakni bentuk teks uraian dan bentuk tes puilihan ganda setelah diajar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah. E. PROSEDUR PENELITIAN Prosedur yang ditempuh didalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu: (1) tahap persiapan, dan (2) tahap Pelaksanaan. Kegiatan yang dilakukan pada kedua tahap tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap persiapan Sebelum melaksanakan penelitian sebagaimana yang dimaksudkan dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan beberapa persiapan yaitu sebagai berikut: a. Mempersiapkan perangkat pembelajaran Perangkat pembelajaran yang dimaksud terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan buku peserta didik. Perangkat pembelajaran dikembangkan oleh peneliti dengan mempertimbangkan tujuan pendekatan pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah. Perangkat pembelajaran ini dirancang untuk empat kali pertemuan. b. Mempersiapkan instrumen pengumpulan data Instrumen pengumpulan data berfungsi untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah. Adapun instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari lembar validasi ahli dan tes hasil belajar. Instrumen tersebut terlebih dahulu divalidasi oleh validator untuk menilai layak atau tidaknya untuk digunakan atau menilai kesesuaian indikator c. Mempersiapkan guru Mempersiapkan guru yang dimaksud dalam hal ini adalah kesiapan guru untuk melaksanakan pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah. Dengan pertimbangan bahwa peneliti adalah guru pada kelas eksperimen maka peneliti mempersiapkan diri dengan membaca literatur tentang pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah. Selain mempersiapkan guru tentang sintaks pendekatan pembelajaran, peneliti juga mempersiapkan peserta didik untuk memahami pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan. 2. Tahap pelaksanaan Proses yang dilakukan pada tahap pelaksanaan peneliti dibagi menjadi dua yaitu (1) proses menentukan populasi dan sampel penelitian, (2) proses melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah. Pada akhir pelaksanaan penelitian, setiap peserta didik diberikan tes hasil belajar tengtang materi yang telah diajarkan. F. INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes hasil belajar. Berikut uraian tentang instrumen penelitian yaitu : Tes hasil belajar adalah kemampuan peserta didik dalam menguasai bahan – bahan atau materi yang telah diajarkan di kelas dala kurung waktu tertentu. Dalam penelitian ini tes hasil belajar berbentuk ulangan harian atau ulangan pada materi tertentu yang sering disebut dengan bentuk tes formatif. Bentuk tes formatif merupakan tes yang berfungsi untuk mengetahui pencapain peserta didik setelah mempelajari materi tertentu dan untuk megetahui proses pembelajaran telah berhasil atau tidak. Adapun bentuk tes formatif yang digunakan adalah bentuk tes uraian dan bentuk tes pilihan ganda. Bentuk tes uraian adalah tes hasil belajar yang bentuk pertanyaan atau perintah menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan yang cukup panjang. Bentuk tes pilihan ganda adalah merupakan bagian dari tes objektif, dimana tes objektif adalah tes hasil belajar yang butir – butir tes dapat dijawab oleh peserta didik dengan jalan memilih salah satu atau lebih diantara beberapa kemungkinan jawaban atau dengan jalan menuliskan jawaban pada masing – masing butir tes. Bentuk tes pilihan ganda peserta didik tinggal memilih pilihan jawaban yang telah disediakan, sehingga tidak memungkinkan ada jawaban yang beraneka ragam. G. UJI COBA INSTRUMEN Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes untuk memperoleh data tentang kemampuan awal peserta didik dan hasil belajar matematika peserta didik. Sebelum instrumen tes digunakan terlebih dahulu diadakan ujicoba diluar sampel tetapi masih dalam populasi untuk mengetahuai validitas isi dan validitas empiric instrumen tes tersebut. Uji coba instrumen penelitian dilaksanakan di SMAN 1 Bulukumba 1. Uji validitas isi Agar tes mempunyai validitas isi, menurut aswar (2010 : 175), harus diperhatikan hal – hal berikut : a. Tes harus dapat mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan b. Penekanan materi yang akan diujikan seimbang dengan penekanan materi yang diajarkan. c. Materi pelajaran untuk menjawab soal – soal tes sudah dipelajari dan dapat dipahami. d. Untuk memenuhi uji validitas isi, peneliti melakukan prosedur dalam penyusunan tes sebagai berikut: a) menentukan kompetensi dasar dan indikator yang akan diukur sesuai dengan materi yang diajarkan berdasarkan kurikulum yang berlaku, b) menyusun kisi – kisi soal tes berdasarkan kompetensi dasar dan indikator yang dipilih, c) melakukan penilaian terhadap butir – butir soal tes. Agar tes ini memperoleh apresiasi yang layak dan kessungguhan responden dalam menghadapi tes maka kami akan melakukan Validitas muka. Validitas Muka adalah tipe vaiditas yang didasarkan pada penilaian terhadap penampilan instrument yang bertujuan untuk menyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkapkan atribut yang hendak diukur. Teknik analisis melalui validitas muka umunya dapat dilakukan dengan teknik moderator (teknik diskusi) dan Teknik Panel. Dalam validitas muka ini peneliti mengambil teknik Panel. Hal-hal yang perlu disiapkan dalam menelaah yakni: Instrumen yang akan dianalisis, kisi-kisi instrument dan format penelaan. Adapun peserta penelaah adalah Ahli Materi dalam Matematika, ahli Evaluasi, ahli bahasa dan ahli kegrafikan. Aspek yang akan ditelaah pada setiap butir tes dikelompokkan atas 3 (tiga bagian) yaitu: ketepatan butir tes mengukur indicator, kejelasan bahasa yang digunakan dan komponen kegrafikan. 2. Uji validitas empirik Setelah memperoleh soal yang valid secara isi, maka dilakukan ujicoba tes pertama pada responden setara agar diperoleh data empirik tentang tingkat kualitas soal yang telah disusun. Uji coba pertama ini menggunakan tes objektif pilihan ganda yang dirancang dengan menggunakan 5 opsi jawaban. 3. Reliabilitas Tes Berdasarkan bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini ada dua bentuk yaitu bentuk tes formatif uraian dan bentuk tes formatif pilihan ganda, maka metode reabilitas yang digunakan untuk mengestimasi koofesien reliabilitas tersebut adalah metode estimasi Alpha Cronbach. H. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Berdasarkan tujuan pencapaian penelitian, yakni memperoleh data, informasi tentang gambaran secara tepat dan keterangan – keterangan lainnya, maka diperoleh deskriptif yang lengkap mengenai pendekatan pembelajaran kontekstual dan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah dan bentuk tes formatif dalam pembelajaran matematika SMAN 1 Bulukumba. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Menggunakan tes hasil belajar Pengumpulan data akan dilakukan memberikan instrumen kepada peserta didik yang merupakan sampel penelitian. Pengumpulan data ini akan dilakukan oleh penulis. Pengumpulan data dilakukan secara bertahap sesuai dengan rencana dan jadwal penelitian dan sesuai dengan waktu yang telah disepakati oleh pihak sekolah. Pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan instrumen yang terdiri dari dua macam bentuk yaitu instrumen tes pilihan ganda dan instrumen tes uraian I. TEKNIK ANALISIS DATA Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua, yaitu (1) analisis deskriptif, dan (2) analisis inferensial. Analisis deskriptif digunakan terutama untuk mendeskripsikan data penelitian secara umum. Statistika yang digunakan meliputi mean, modus, median, simpangan baku dan varians. Adapun analisis inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini digunakan analisis varians (ANAVA) dua jalur. Namun sebelum uji tersebut dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis, yaitu uji homogenitas data. Selanjutnya, jika hasil analisis varians menunjukkan adanya interaksi antara variabel bebas dengan variabel terikat maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Scheefee. Teknik analisis statistika dilakukan dengan menggunakan pengolahan data statistical Package for sosial science (SPSS) for Windows. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta AG. Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK. Malang : UMPRESS Anthony, E.M. 1963. Approach, Method, and Technique. English language Teaching 17. BSNP, Standar Isi: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs, Jakarta: BSNP, 2006. Depdiknas. 2002. Keputusan mentri pendidikan no. 087/U/ /2002/Tgl 4 juni 2002 tentang akreditasi sekolah. Jakarta : Depdiknas. Djaali dan Muljono, P. 2004. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Program Pascasarjana Univeristas Negeri Jakarta: Jakarta. Ebel, R.L. & Frisbie, D.A. (1986). Essential of educational measurement. New Jerseey: Prentice- Hall, Inc. Hopkins, D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom measurement and evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc. John Dewey, Democracy and Education, (New York : Macmillan, Originally Published, 1916) Muslich, Masnur. 2009. Melaksanakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) itu Mudah. Jakarta : Bumi Aksara Rusman. 2010. Model Model Pembelajaran. Bandung: Rajawali Pers Sanjaya. 1995. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Setiawan, F.D, 2008. Perawatan Mekanikal Mesin Produksi, Maximus, Yogyakarta Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta Suke Silverius, 1991, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, Jakarta, Grasindo.Muslich, Masnur, 2007, Melaksanakan PTK Penelitian Tindakan Kelas itu Mudah, Jakarta: Bumi Aksara. Zulkardi. 2000. How to design mathematic lesson based on the realistick aproach. Tersedia: http//www.geocities.com/ratuilma/rme.html. (25 Oktober 2015) (online). Wingkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo.

Penelitian Eksperimen Desain Faktorial 2 x 2 Rating: 4.5 Diposkan Oleh: jelajahpemikir

0 komentar:

Posting Komentar